Tanaman
pangan khususnya padi masih menjadi komoditas utama rakyat Indonesia sehingga
pemerintah harus terus mendorong upaya peningkatan produksi padi Nasional
melalui berbagai program. Dilain pihak isu terjadinya penurunan luas tanam oleh
kegiatan konversi lahan untuk non pertanian atau bahkan untuk komoditas non
padi, indikasi merosotnya pengguanaan pupuk, terjadinya elnino dan penggunaan
benih tak berlabel telah menjadi perhatian serius kerena dikhawatirkan dapat
menurunkan produksi yang ditentukan.
Indonesia
sebenarnya mempunyai kekayaan keragaman agroekosistem yang selama ini
belum didayagunakan secara optimal,
diantaranya adalah lahan rawa lebak, diperkirakan luas lahan rawa lebak,
diperkirakan luas lahan rawa lebak mencapai 13,28 juta ha, yang tersebar di
tiga pulau besar Sumatera, irian jaya (papua) dan Kalimantan. Lahan tersebut
belum diusahakan untuk pertanian secara optimal sesuai potensi dan
kesesuaiannya.
Kalimantan
selatan mempunyai luas lahan lebak mencapai 500.000ha, 148.765 ha diantaranya
sangat potensial untuk usahatani padi, tetapi dari luas potensial tersebut baru
79.912 ha yang telah diusahakan untuk usaha padi,dengan perincian 66.068 ha tanam sekali dan 13.844ha untuk
tanam dua kali setahun. Oleh karena itu
peluang keberhasilan pengembangan usahatani padi dilahan lebak sangat besar.
Utamanyaj ika diterapkan dengan teknologi budidaya yang sesuai.
Dikalimantan
Selatan dikenal 2 sistem budidaya padi di lahan lebak :
- Kondisi padi
dimusim kemarau yang dikenal sebagai padi rintak juga sering disebut
sebagai padi sawah timur
- Budidaya
padi di musim hujan yang dikenal sebaga padi surung yang sering disebut
padi padi sawah barat. Usahatani padi rintak lebih meluas dibanding padi surung karena kendala
padi rintak lebih sedikit utamanya
yang berhubungan dengan denangan
air rawa. Produksi padi rintak masih relatif renda hal tersebut disebabkan selain leh kendala lahan,
secara umum penerapan teknologi juga masih merupakan masalah yang harus mendapat
perhatian sungguh sungguh-sungguh. Dengan penerapan teknologi budidaya yang terdiriri dari kompunen
teknologi yang sinergi meliputi persiapan lahan, pemilihan varietas ,
pengelolaan hara, pengendalian opt dan teknologi pasca panen akan mampu
memberikan kontribusi yang lebih besar dari pada produksi padi di kal-sel.
Kondisi Dan Karakter Lahan Lebak
Lahan lebak
umumnya terletak pada topografi yang
rendah,sehingga genangan air yang melimpah merupakan ciri khas lahan lebak. Ir
menggenang tersebut bukan merupakan air pasang tetapi berasal dari limpasan air
pemukaan diwilayah lain disekitarnya karena
tofografi yang lebih rendah.
Kondisi
genangan air tersebut sangat dipengaruhi oleh curah hujan didaerah tersebut dan
wilayah sekitarnya. Air dapat menggenang cukup lama lebih dari 6 bulan akibat
adanya cekungan yang lebih dalam, lebih dikenal sebagai rawa monoton atau yang
disebut juga bono rowo.
A.
Kriteria lahan lebak berdasarkan lama dan ketinggian
genangan air
Untuk
memudahkan pengelolaan dan penentuan teknologi yang diperlukan, lahan rawa
lebak dapat dikategorikan berdasarkan tinggi genangan dan lama genangan air, serta jarak dari tepi
(pekarangan)
Berdasarkan lama dan tinggi genangan air, lahan lebak
dapat dikeolompokkan dal tiga kategori :
a.
Lebak dngkal , yaitu daerah yang dicirikan dengan
ketingggiaan genangan air permukaan dibawah 50 cm, dengan lama genangan 3 bulan.
b.
Lebak pertengahan, dicirikan
dengan ketinggian genangan air permukaan 50 cm-100cm dengan lama genanga
4-6 bulan.
c.
Lebak dalam, dicirikan dengan ketinggian genangan air diatas
100 cm, dengan lebih dari 6 bulan.
B.
Kritria Lahan
Lenbak Berdasarkan Jarak Dari Tepi Sampai Ketengah Rawa
Disamping
berdasarkan kriteria lama dan tingginya genangan air, lahan lebak dapat di
kelompokkan juga berdasarkan jarak tepi rawa (umumnya merupakan batas lahan
kering yang berupa lahan pekarangan petani), menuju kearah tengah rawa.
Berdasarkan kriteria jarak tersebut dikenal kategori watun I, II,III dan IV.
a.
Watun I, adalah areal sepanjang 300 depa, 1 depa setara dengan
1,7 m sehingga watun 1 merupakan areal sepanjang 510 m, watun 1 tersebut dapat
disamakan dengan lebak dangkal.
b.
Watun II merupakan areal yang posisinya lebih dalam dari
watun I, yaitu sepanjang 300 depa atau 510m dari batas akhir watun I.
c.
Watun III merupakan areal yang posisinya lebih dalam dari
watun II, yaitu sepanjang 510 m dari batas akhir watun II dan III, dapat
disamakan dengan lebak tengahan.
d.
Watun IV, merupakan areal yang posisinya lebih dalam dari
watun III, watun IV ini disamakan dengan lebak dalam, tetapi selalu.
Lahan lebak
umumnya setiap bulan mendapat endapan lumpur dari daerah di atasnya, shinggga
walaupun kesuburan tanahnya tergolong sedang, tetapi keragamannya sangat tinggi
antar wilayah ataupun antar lokasi, sehingga
dosis pemberian pupuk tidak dapat diseragamkan untuk semua lokasi,
selain itu pada lokasi tertentu dimana sirkulasi air sangat jelek, maka aka
terjadi pemasaman air akibat hasil pembusukan bahan organik yang dikenal air
bacam, yang ditandai dengan air yang berwarna cokelat kehitaman, berbau busuk
yang menyengat, pH sekitas 2,5 sehingga dapat mematikan tanaman budidaya.
Wialyah yang demikian tidak cocok untuk budidaya padi surung,tetapi sangat
potesial untuk padi rintak.
buku : TEKNOLOGI KEHIDUPAN PADI RINTAK DI LAHAN RAWA LEBAK.2003.deptan