Thursday, 13 February 2014

Lahan Lebak Kalimantan


Tanaman pangan khususnya padi masih menjadi komoditas utama rakyat Indonesia sehingga pemerintah harus terus mendorong upaya peningkatan produksi padi Nasional melalui berbagai program. Dilain pihak isu terjadinya penurunan luas tanam oleh kegiatan konversi lahan untuk non pertanian atau bahkan untuk komoditas non padi, indikasi merosotnya pengguanaan pupuk, terjadinya elnino dan penggunaan benih tak berlabel telah menjadi perhatian serius kerena dikhawatirkan dapat menurunkan produksi yang ditentukan.
                Indonesia sebenarnya mempunyai kekayaan keragaman agroekosistem yang selama ini belum   didayagunakan secara optimal, diantaranya adalah lahan rawa lebak, diperkirakan luas lahan rawa lebak, diperkirakan luas lahan rawa lebak mencapai 13,28 juta ha, yang tersebar di tiga pulau besar Sumatera, irian jaya (papua) dan Kalimantan. Lahan tersebut belum diusahakan untuk pertanian secara optimal sesuai potensi dan kesesuaiannya.
Kalimantan selatan mempunyai luas lahan lebak mencapai 500.000ha, 148.765 ha diantaranya sangat potensial untuk usahatani padi, tetapi dari luas potensial tersebut baru 79.912 ha yang telah diusahakan untuk usaha padi,dengan perincian  66.068 ha tanam sekali dan 13.844ha untuk tanam  dua kali setahun. Oleh karena itu peluang keberhasilan pengembangan usahatani padi dilahan lebak sangat besar. Utamanyaj ika diterapkan dengan teknologi budidaya yang sesuai.
                Dikalimantan Selatan dikenal 2 sistem budidaya padi di lahan lebak :
  1. Kondisi padi dimusim kemarau yang dikenal sebagai padi rintak juga sering disebut sebagai padi sawah timur
  2. Budidaya padi di musim hujan yang dikenal sebaga padi surung yang sering disebut padi padi sawah barat. Usahatani padi rintak lebih meluas  dibanding padi surung karena kendala padi rintak lebih sedikit  utamanya yang berhubungan dengan  denangan air rawa. Produksi padi rintak masih relatif renda hal tersebut  disebabkan selain leh kendala lahan, secara umum penerapan teknologi juga masih merupakan masalah yang harus mendapat perhatian sungguh sungguh-sungguh. Dengan penerapan teknologi  budidaya yang terdiriri dari kompunen teknologi yang sinergi meliputi persiapan lahan, pemilihan varietas , pengelolaan hara, pengendalian opt dan teknologi pasca panen akan mampu memberikan kontribusi yang lebih besar dari pada produksi padi di kal-sel.
Kondisi Dan Karakter Lahan Lebak
Lahan lebak umumnya terletak   pada topografi yang rendah,sehingga genangan air yang melimpah merupakan ciri khas lahan lebak. Ir menggenang tersebut bukan merupakan air pasang tetapi berasal dari limpasan air pemukaan diwilayah lain disekitarnya karena  tofografi yang lebih rendah.
Kondisi genangan air tersebut sangat dipengaruhi oleh curah hujan didaerah tersebut dan wilayah sekitarnya. Air dapat menggenang cukup lama lebih dari 6 bulan akibat adanya cekungan yang lebih dalam, lebih dikenal sebagai rawa monoton atau yang disebut juga bono rowo.
A.      Kriteria lahan lebak berdasarkan lama dan ketinggian genangan air
Untuk memudahkan pengelolaan dan penentuan teknologi yang diperlukan, lahan rawa lebak dapat dikategorikan berdasarkan tinggi genangan  dan lama genangan air, serta jarak dari tepi (pekarangan)
Berdasarkan  lama dan tinggi genangan air, lahan lebak dapat dikeolompokkan dal tiga kategori :
a.    Lebak dngkal , yaitu daerah yang dicirikan dengan ketingggiaan genangan air permukaan dibawah 50 cm, dengan lama genangan 3 bulan.
b.    Lebak pertengahan, dicirikan  dengan ketinggian genangan air permukaan 50 cm-100cm dengan lama genanga 4-6 bulan.
c.     Lebak dalam, dicirikan dengan ketinggian genangan air diatas 100 cm, dengan lebih dari 6 bulan.
B.      Kritria Lahan Lenbak Berdasarkan Jarak Dari Tepi Sampai Ketengah Rawa
Disamping berdasarkan kriteria lama dan tingginya genangan air, lahan lebak dapat di kelompokkan juga berdasarkan jarak tepi rawa (umumnya merupakan batas lahan kering yang berupa lahan pekarangan petani), menuju kearah tengah rawa. Berdasarkan kriteria jarak tersebut dikenal kategori watun I, II,III dan IV.
a.         Watun I, adalah areal sepanjang 300 depa, 1 depa setara dengan 1,7 m sehingga watun 1 merupakan areal sepanjang 510 m, watun 1 tersebut dapat disamakan dengan lebak dangkal.
b.         Watun II merupakan areal yang posisinya lebih dalam dari watun I, yaitu sepanjang 300 depa atau 510m dari batas akhir watun I.
c.          Watun III merupakan areal yang posisinya lebih dalam dari watun II, yaitu sepanjang 510 m dari batas akhir watun II dan III, dapat disamakan dengan lebak tengahan.
d.         Watun IV, merupakan areal yang posisinya lebih dalam dari watun III, watun IV ini disamakan dengan lebak dalam, tetapi selalu.

Lahan lebak umumnya setiap bulan mendapat endapan lumpur dari daerah di atasnya, shinggga walaupun kesuburan tanahnya tergolong sedang, tetapi keragamannya sangat tinggi antar wilayah ataupun antar lokasi, sehingga  dosis pemberian pupuk tidak dapat diseragamkan untuk semua lokasi, selain itu pada lokasi tertentu dimana sirkulasi air sangat jelek, maka aka terjadi pemasaman air akibat hasil pembusukan bahan organik yang dikenal air bacam, yang ditandai dengan air yang berwarna cokelat kehitaman, berbau busuk yang menyengat, pH sekitas 2,5 sehingga dapat mematikan tanaman budidaya. Wialyah yang demikian tidak cocok untuk budidaya padi surung,tetapi sangat potesial untuk padi rintak.       

buku : TEKNOLOGI KEHIDUPAN PADI RINTAK DI LAHAN RAWA LEBAK.2003.deptan